Kewibawaan Soeprapto

Penegakan hukum oleh penegak hukum masa sekarang selalu saja sulit menyeret koruptor ke penjara, perlu kita menengok sejenak langkah sosok Soeprapto yang menjabat Jaksa Agung periode 1950-1959.

Salah satu ketegasan yaitu pada 13 Agustus 1955, memerintahkan menahan Djodi Gondokusumo yang saat itu menjabat Menteri Kehakiman Kabinet Ali Sastroamidjojo karena perbuatan korupsi, penangkapan dilakukan oleh Polisi Militer atas perintahnya sebagai Jaksa Tentara Agung.

Proses peradilan menjadi “sengit” karena aparat Kejaksaan Agung dan kehakiman harus berhadapan dengan bekas atasan, selain sebagai Menteri Kehakiman, Djody juga politisi PRN. Angkatan Darat menyatakan bahwa tindakan CPM menberantas korupsi tidak berdasar sentimen.

Saat itu Soeprapto terus koordinasi dengan Perdana Menteri Mr. Burhanuddin Harahap, Kepala Kepolisian Soekanto, juga memimpin pertemuan Kejaksaan Agung, CPM, DPKN Pusat, Jawatan Kepolisian Negara, Kejaksaan Jakarta, dan JRP Jaksa Agung Muda Abdul Moethalib Moro.

PRN dan Pemuda Nasional menyatakan tindakan Soeprapto hanya ditujukan terhadap suatu partai atau golongan dan bermuatan politis. Namun Soeprapto menanggapi bahwa pemeriksaan wajib dilakukan pada siapa pun yang dianggap berbuat salah dan kepentingan negara harus diutamakan dibanding kepentingan lainnya seperti partai dan go­longan.

Djody Gondokusumo didakwa dua tuduhan. Primair, memberi visa permanen Bong Kim Tjhong tanpa perduli keberatan diajukan Kepala Kepolisian Negara dalam suratnya tertanggal 16/12/1954 No.E3518/2146-54. Subsidair, menerima hadiah sebesar Rp.40.000 yang dianggap sebagai pelicin agar visa tersebut lulus. Perbuatan ini dapat dihukum menurut, Pasal 419 subsidair 418 KUHP.

Tanggal 2 Januari 1956, Hakim Ketua Mr. Satochid Kartanegara memvonis satu tahun penjara potong masa tahanan, atas tuduhan subsidair, pihak Pembela mengajukan grasi. Tanggal 19 Juli 1956, Presiden meluluskan grasi dengan mengurangi masa tahanan jadi enam bulan. Sebelum vonis MA jatuh, terpidana sudah menjalani penahanan lima bu­lan, maka harus menjalani penahanan selama satu bulan. Sehari kemudian, Mr. Djody Gondokusumo menjalani hukum­an di penjara Cipinang.

Demikianlah yang terjadi pada masa 1950-1959, bagaimana dengan penegakan korupsi pada masa sekarang atau pada masa-masa yang akan datang?

34 pemikiran pada “Kewibawaan Soeprapto

  1. Wah makin pusing mas, sekarang mah mending dirikan partai namanya PBIP ( Partai Bloger Indonesia Perjuangan), ok.
    saya ini yang pertamaaxxx…………………..

  2. Lieeuuurrrr…!!! Sekarang mah yg mengungkap korupsi malah dipenjara… contohnya di Bengkulu itu.

    Saya keduax ga yah?

  3. kalau saja sejarah itu tak terputus oleh rezim, bisa jadi akan terus bermunculan soeprapto2 baru, pak aryo. sayangnya, sejak orba hingga pascareformasi, negeri ini telah mengalami krisis kepemimpinan di segenap lapis dan lini birokrasi. akibatnya, ya begitulah, pak. karena jaksa agung ndak efektif, lalu dibentuk KPK, nanti kalau KPK dinilai nggak efektif terus ganti lagi TPK (tim pengusut korupsi). wah, padahal pembentukan institusi baru semacam itu kan sama saja menghabiskan duwit negara toh, pak.

  4. Ko banyak yang bicara partai… malas ah..
    AkuKan golput… wkakakak

    Jujur aku ga kenal beliau dan baru sekarang baca… baca dulu ah… ntar klo udah ngerti koment lagi

  5. @ Ubadmarko
    Ok semoga terealisir hiks. Betul pertamax.

    @ Ipk4cumlaude
    Lha itu susahnya, ada jaksa kasus korupsi eh malah terlibat korupsi. Yang baik2 eh malah tidak dipilih. Aneh, mungkin tidak hanya di Bengkulu pak.

    @ Aze
    Oke

    @ Tusyalrasyid
    Hiks partai lagi, lagi ngetran soal parpol.

    @ Sawali Tuhusetya
    Iya pak, banyak negara2 lain mengatakan bahwa badan anti korupsi dan regulasi hukum anti korupsi di Indonesia ini terlengkap di dunia, tetapi implementasi di lapangan tetap saja ada praktek2 korupsi. Badan sebut saja KPK, Komisi judisial, Badan Kehormatan DPR, dsb. Namun tetep saja korupsi menjadi sorotan.

    @ Aliefte
    Soeprapto lahir 27 Maret 1897 – 2 Desember 1964

    @ Kishandono
    Hiks Maksudnya?

    @ Shaleh
    Huehehe, tidak tahu juga pak, nih komen pada ke partai, hiks hiks. Maklum pak kadang konek kadang tidak. Btw di blog ini bebas-bebas saja mengemukakan pendapat asal tidak porno hehehehe.

  6. kalau masa orba memang bakalan frustrasi ngomongin penegakan hukum bagi para koruptor. tapi setelah reformasi ini ada banyak kemajuan positif. orang lain boleh skeptis, tapi aku gak. langkah kpk yg tegas dan lebih sangar itu kemajuan besar. bahkan kini pejabat2 korupsi yg udah pensiun bisa ditarik ke meja hijau…kalau dulu mana mungkin

  7. kalo menurut saya semua ini karena bangsa kita di besarkan dan didik oleh ilmu hitam udah terlanjur merusak hati nurani,
    adapun pejabat hukum yang benar tetapi dia tak punya kekeuatan karena tak sebanding dengan kekuatan orang2 itu

    meskipun era itu udah tumbang akan tetapi sisa 2 orang itu masih banyak di pemerintahan,

    tikus2 di negara kita emang susah di basmi ,..

    halah sok tau ya saya…hehehe…

  8. Menurut saya semua yang berbau politik adalah “busuk”. Walaupun ia memakai “kedok” kebaikan demi rakyat dan sebagainya. Seperti dalam kasus “Hak Angket BBM” sekarang ini. Begitu pula dengan penanganan2 korupsi.

    Hal utama yang harus diperhatikan dalam penanganan2 kasus korupsi adalah hilangkan dulu nuansa2 politiknya. Walaupun seorang jaksa misalnya berhasil menyeret sang koruptor ke meja hijau namun dibalik itu untuk ‘memuluskan’ lawan politiknya yang “bersekokongkol” atau yang menjadi “idamannya”, maka hal tersebut sama saja seperti gali lubang, tutup lubang……

    Ah dasar politik…… 😛

  9. Pada masa itu, Pak Pram menulis buku tentang Korupsi (1955).
    Seperti yang pernah saya baca, gejolak yang terjadi pada dekade itu memang sarat dengan korupsi yah.

    Lha mbok Anda mbikin tulisan tentang bagaimana pandangan Bung Karno tentang korupsi dekade tersebut, Mas.

    Salam kenal dari Jogja!

  10. @ Daniel Mahendra
    Inilah yang santer dibicarakan dengan mafia peradilan itu bung mahendra, yang menjadi pelaku mafia peradilan ya justru orang-orang peradilan itu sendiri.

    @ Harjo
    Bisa jadi, hanya sekedar pengalihan isu saja

    @ Denny Eko
    Betul pak, tidak ada perubahan.

    @ Masenchipz
    Weleh mesti kabur

    @ Nita
    Kelihatannya juga begitu mbak nita, cuma bedanya dulu sembunyi-sembunyi tapi sekarang justru terbuka, tetapi kepastian hukum sekarang lebih baik dibanding dengan masa orba.

    @ Yakhanu
    Bukan sok tahu pak, memang seperti itu, tikus-tikus kantor mulai dari ngurus KTP pakai uang pelicin, sudah rahasia umum.

    @ Yari NK
    Betul pak, bersihkan dulu penegakan hukum dari politik. Kenyataannya penegakan keadilan di negeri ini lebih banyak diintervensi politis dari pada intervensi hukum. Hukum bukan untuk menegakkan keadilan tetapi memuluskan ambisi politis, makin gawat pak.

    @ Niaalive
    Tidak salah masuk kok mbak, ini juga bagian dari kompleks blog. Kepala saya malah ngak cenut-cenut lagi, tapi cekuot-cekuot. hehehe

    @ Deni Verdian
    Jaman Orla intrik lebih banyak pada ideologi, jaman orba lebih banyak pada korupsi, nah jaman reformasi lebih banyak pada perselingkuhan, sosok Bung Karno bisa menjadi bahan inspirasi pak. Jokja mana pak, saya banguntapan.

    @ Zoel
    Iya, makin langka saja sosok soeprapto, di jawamn sekarang ini bang zoel

  11. @ Arul
    Di buku itu ada PROLOG begini:
    “Anda pernah ke Blok M?”
    “Ya, tentu”
    “Anda tahu gedung bundar di dekat Blok M?”
    “Ya, Kejaksaan Agung, kan?”
    “Anda tahu ada patung kepala di depan gedung itu?”
    “Sebentar… patung yang tertutup pagar dan pohon itu kan? Saya ingat!”
    “Anda tahu patung siapa itu?”
    “Ah, itu yang saya tidak tahu.”
    “Tidak perlu malu, orang yang bekerja di dalam gedung bundar itu juga belum tentu tahu. anda orang kesekian yang saya tanya dan jawaban orang sebelum anda juga sama, tidak tahu. Itu patung mantan Jaksa Agung Soeprapto”.
    “Siapa Soeprapto?”

    @ Ersis
    Nah ini yang membuat gawat, para penegak hukum menggunakan cara-cara sendiri (seenaknya). Begitulah pak, menegakkan hukum jika ada untungnya saja.

  12. Hm…tokoh Suprapto (Pak Prapto) saat ini mungkin tidak tergantikan. Yang terpenting adalah meneladani sikap dan kepribadian yang menjunjung tinggi kejujuran tanpa perlu mengorbankan martabat..Kalo Partai Blogger..? Saya dicoblos, eh nyoblos sapa ya?

  13. gak salah klo ada yang bilang dulu KKN itu akan sulit diberantas, karna sudah menjadi budaya….. nah lho..

    mungkin sekarang tinggal berharap dan menanti munculnya manusia-manusia seperti Jaksa Agung Soeprapto

    dukung terus gerakan anti korupsi….!!

  14. @ Iis Sugiarti
    Bener bu, pada masa reformasi ini sepertinya kok kering tokoh yg bisa diteladani. Weleh partai bloger menurut saya, capres dan cawapres yg paling tepat google sama yahoo, bu is, gimana?

    @ Gunawanwe
    Betul pak, butuh keberanian untuk mengungkap tindak korupsi, apalagi pelaku korupsi tersebut masih aktif menjadi menteri.

    @ Maipura
    Bener bung, kita membutuhkan sosok soeprapto. Banner langsung saja meluncur ke (antobilang.wordpress.com), pemilik blog memang kreatif, kalau tidak keliru bloger jokja. Saya pasang karena merasa simpati dan merupakan ajakan yang simpatik.

  15. Kalo dulu masih mungkin nangkep mentri, karena belum terbentuk kroni yg kuat. Lah sekarang nggak jelas mana yg penjahat mana yang pengadil, sekarang pengadil besok penjahat. Sering bertukar tempat gitu loh 🙂

  16. @ Seezqo
    Inilah yang gawat pak seeezqo, sering bertukar tempat kayak bunglon, tidak ada beda antara penjahat dan pengadil. Jika diterus-teruskan bisa berakibat keterburukan menjadi paling parah pak.

  17. […] Kewibawaan Soeprapto Penegakan hukum oleh penegak hukum masa sekarang selalu saja sulit menyeret koruptor ke penjara, perlu kita menengok sejenak langkah sosok Soeprapto yang menjabat Jaksa Agung periode 1950-1959. Salah satu ketegasan yaitu pada 13 Agustus 1955, memerintahkan menahan Djodi Gondokusumo yang saat itu menjabat Menteri Kehakiman Kabinet Ali Sastroamidjojo karena pe […] […]

  18. Sulit untuk mencari sosok pak jaksa agung soeprato pada masa saat ini, nilai pancasila sudah terlupakan apa lagi undang-undang dasar hanya sebagai pajangan saja, mungkin hanya mimpi menjadi negara yang maju…para pemimpin yang tidak tegas, tidak dapat memegang amanah yang bertaburan banyak pada saat ini, jika UANG sudah berbicara, itu segalanya. Bagi mereka..salah dan haram hajar…

Tinggalkan komentar