Saya kebetulan punyai kenalan, seorang anggota DPRD salah satu kabupaten di Jawa, kalau bicara suaranya keras minta ampun, sampai terdengar ke tetangga. Pernah suatu kali seorang tetangga bertanya pada saya, siapa tho itu mas? Dari pada repot menjelaskan, saya jawab saja, oh… itu orang gila, wakakak.
Seperti biasa datang ke tempat saya, maka segera menyuruh teman buat kopi mix untuk sang dewan. Kemudian, dia cerita (orangnya memang senang bercerita). Salah satu ceritanya yang menarik yaitu begini:
“Pak Aryo, politikus itu ada tiga jenis, yaitu:
Pertama, politikus ideologis, politikus ini sukanya membahas ideologi-ideologi, baik buruknya kebijakan dibahas berdasarkan, sesuai atau tidak pada ideologi yang dianut.
Kedua, politikus pragmatis, jenis ini lebih mementingkan praktisnya, kebijakan dianggap baik jika bermanfaat, tidak perduli ideologi apa.
Ketiga, politikus pelacur, jenis ini tidak punya pendirian karena yang penting cari gampang dan jika mungkin menghasilkan uang.”
“Oh… begitu pak”, timpal saya.
Obrolan saya tersebut ternyata terdengar juga oleh tetangga, waktu tamu saya sudah pergi, gantian tetangga saya yang bertamu sambil bilang seperti ini:
“Mas, padahal ketiga jenis politikus itu sama saja artinya, misalnya kata “poliklinik” yang berarti satu tempat dengan banyak klinik, seperti klinik anak, klinik bersalin, dsb. Atau politeknik, yang berarti banyak program studi seperti, teknik mesin, teknik bangunan, teknik perkapalan, dsb.
Nah kata “politikus” juga berarti banyak, yaitu sekumpulan tikus-tikus”.
Wah… tetangga saya satu ini ternyata memang cerdas, dia lalu ngeloyor pergi dan saya pun tersenyum kecut, masak tamu saya yang terhormat dibilang tikus. Lha kok, sudah begitu buruknya citra profesi mulia politikus di negeri ini, ataukah tetangga saya yang suka negative thinking?
banyak terasi sihhhh.. huhuhuuhu..
hahaha sindiran tepat buat wakil rakyat, moga mata dan telinga mereka terbuka lebar2 🙂
Hehehe kasihan para dewan terhormat itu, kadang terlalu di generalisir hmm ato mungkin memang sudah tergeneralisir 😀
hahaha saya setujuh…
kalo bisa DPR di gaji UMR aja ya….
contoh bekasi 1024.000 aja
lagian segitu juga cukup….emang DPR makan 1 karung beras sehari di gaji banyak2 ?? makanya juga sama kok …
lumayan lebiah nya buat kesehatan gratis,sekola gratis..
bisa kok kalo di coba….
DPR, bupati, wali kota, semua karyawan pemerintah di gaji UMR aja….
hehehe…..
tapi banyak kok orang-orang yang kepingin jadi tikus, kita lihat saja perhelatan akbar pesta demokrasi 2009
huahahaha..setuju, pilitikus emang kumpulan tikus 😛
tikus kepala hitam yang berdasi+jas
hmm, sebenernya saya males ngebahas politik. Terlalu banyak generalisasinya. Tapi gmn lagi..Mungkin yang kita bahas, kita sindir, kita omongin, hanya yang nampak (istilahnya puncak gunung es). Sedangkan inti permasalahanya sendiri mungkin gak terbayang deh…nah, untuk mencairkannya, kita butuh orang2 sperti anda yang kritis..Orang di demo besar2an aja gak mempan, apalagi cuma nulis kek gini ya Mas…
Semangat terus..biasanya tulisan lebih bertahan lama daripada demo yang sesaat sifatnya…
Lha? Tetangga Njenengan memang cerdas tenane. Dia mencoba jujur pada Njenengan. Hehehe.
tetangga pak aryo itu kayaknya memang cerdas dan pintar bikin analogi. tikus itu binatang pengerat. wataknya rakus dan serakah. inginnya semua diembat. tak beda jauh dengan “poli-tikus”, kekekeke 😀
si tetangga bener juga tuh. baru kepikiran skarang politikus itu sekumpulan tikus2.
kalo di indonesia yg mendominasi kayaknya politikus pelacur yak…artinya: sekumpulan tikus2 yg doyan melacurkan diri…wakakakak
ya benarlah :
politkus dan tikus hanya beda tipis.
Tul…!
Hihihih tamparan buat yg berada dalam kategori tikus…:D
Tetanggaku sio tikus loh pak (gak nyambung bagt sih) 😀
tambahin tikus… masuk kakus…. 😀
Tikus… takut
@ Ulan
Tetangga saya itu kebetulan jualan nasi pecel, jadi punya banyak terasi, maka betul kalau ada tikus datang, wakakak
@ Arul
Kalau bisa mempan pak arul.
@ Daaan
Inilah jika masyarakat sudah bicara.
@ Yakhanu
Wah susah pak, gaji umr sebesar itu hanya cukup untuk beli pasta gigi, karena politikus kan sering gosok gigi, biar tidak bau mulut kalau pidato.
@ Kishandono
Betul pak, mereka seperti memang cuek aja.
@ Enpe
Namun meskipun tikus, beli jas+dasi ke luar negeri, saat studi banding ke eropa, amerika, jepang, dsb.
@ Iis Sugianti
Betul juga bu, sepertinya berteriak di ruang hampa, ngak mempan, meskipun setiap hari dikritik dan didemo. Terkesan wakil rakyat, eh.. malah menghindar kalau ketemu rakyat.
@ Daniel Mahendra
Betul mas, kadang saya yang munafik. Bagi saya, siapa pun klien saya, maka saya anggap baik, wakakak.
@ Sawali Tuhusetya
Wakakak, betul ock pak sawali, tetangga SMA saja gak lulus namun cerdas, saya baru tahu kosa kata politikus adalah POLI dan TIKUS. Kalau politikus kampanye berarti kampanye para tikus. wakakak.
@ Nita
Kalau dibuat kontinum mungkin seperti ini, politikus jenis ideologis itu beraliran ekstrim kiri dan ekstrim kanan, politikus pragmatis beraliran tengah. Nah jenis pelacur itu tidak punya kontinum. Jadi melayani siapa saja dengan syarat mampu membayar.
@ Imam Brotoseno
Iya pak, beda tipis di penulisan, namun juga beda tipis pada kenyataan.
@ Mang Kumlod
Ya mang
@ Rita
Iya bu, tapi sulit menampar tikus, larinya kenceng, diracun tikus pun tetep saja tumbuh seribu.
@ Eka
Wakakak, hewan kakus sangat menjijikkan mbak eka
@Shaleh
Awas, nti gigit.
Sekarang pertanyaannya adalah….. apakah yang perlu dipersalahkan adalah “ilmu politik”nya?? Atau…… apakah tak ada hubungannya antara “ilmu politik” dengan politikus2 yang kita kenal selama ini?? Dan pertanyaan saya yang paling menggelitik adalah “apakah untuk menjadi politikus masih perlu belajar ilmu politik” ??
sebenarnya awal perubahan bagusnya kita rubah dari awal mereka masuk
jangan lagi ada uang2 kampaye – jadi mereka enggak mikir balikin uang mereka
@ Yari NK
Di negara-negara maju, politikus sudah pasti harus menguasai ilmu politik pak, sebab kinerja diukur dari sejauhmana kebijakan politik yang dihasilkan. Ini berkaitan dengan lagi-lagi SDM. Nah pertanyaan yg juga mengelitik yaitu apakah menjadi politikus butuh modal, contoh, tidak punya pengalaman, hanya modal tenar doang seperti artis jadi gubernur atau pengusaha yg berduit jadi ketua partai, ilmu politik dan pengalaman pas-pasan tapi bermodal duit.
@ Gelandangan
Kecenderungan seperti itu, hukum ekonomi, keluar modal maka harus balik modal. Banyak dibicarakan, salah satu partai mungkin juga bisa sebagian besar, bahwa anggota DPR/DPRD, menteri, gubernur, bupati, dsb itu tidak pernah menerima gaji, sebab seluruh gaji di setor pada induk partai.
Kalau bertanya apakah untuk menjadi politikus atau tidak memerlukan modal, sepertinya itu mencakup jabatannya bukan mencakup kapasitasnya sebagai politikus. Andaikan ia mau menjadi presiden, tentu harus ada modal banyak untuk berkampanye, entah dari duit sendiri, duit partai ataupun daripada simpatisan. Itu juga terjadi di negara maju seperti di AS yang tengah gencar2nya menghadapi pemilu presiden. Sementara kalau hanya jadi dosen ilmu politik ya tentu saja tidak perlu modal yang banyak….
Tetapi kalau anda mengatakan bahwa jikalau menjadi politikus perlu menguasai ilmu politik, itu berarti jelas menjadi politikus membutuhkan modal, minimal untuk sekolah dan membeli buku2 politik !! Wakakakakak…… 😆
Ralat sedikit:
Di atas tertulis:
“Kalau bertanya apakah untuk menjadi politikus atau tidak memerlukan modal,…..”
seharusnya:
“Kalau bertanya apakah untuk menjadi politikus memerlukan modal atau tidak,…..”
@ Yari NK
Kalau begitu perlu dikongkritkan bahwa terjun ke dunia politik (politikus) membutuhkan modal, diantara sbb:
1) Modal ilmu politik dan organisasi, contohnya dosen, praktisi, aktivis, dsb.
2) Modal duit, contohnya pengusaha
3) Modal tenar, contohnya artis
4) Modal keturunan, contohnya bapaknya politikus.
Keempat modal ini menjadi kekuatan untuk menjalin koneksi. Nah yang paling beresiko menjadi politikus *tikus* adalah yang bermodal duit itu, kan hukum ekonomi, keluar duit harus balik duit. Inilah yang digeneralisasi tetangga saya itu wakakak ….!!!
sepertinya politikus bs dianalogikan dgn tikus. krn suka ngerumuni tempat yg banyak kue2 manisnya (lahan basah). tp ga smua politikus busuk kaya kesturi kali ya. sapa tau ada 1:1.000.000.000 yang berhati nurani
Tapi di AS juga ada loh yang artis, itu presiden Ronald Reagan dia kan artis…. juga si Arnold Schwarzenegger yang jadi gubernur California, tapi yang jelas jadi politik pasti harus keluar modal juga minimal buat sekolah dan buku, itu kalo menurut apa yang anda katakan bahwa orang politik harus pandai ilmu politik! Wakakakak….. 😆
@ Dee
Iya mbak gedung yang megah itu adalah lahan yang empuk untuk menjangkul. Berarti kalau dipersenkan: 0,0000001% wakakak…. !!
Kalo saya membacanya kadang jadi begini : politik itu mirip kritik, setidak2nya sama-sama ada kata ‘tik’ nya. Bahkan bisa sama-sama ada kata ‘itik’ nya. Itik …. ???
Tidak semua kritik itu baik seperti halnya tidak semua aksi politik itu menyenangkan………
Mmm…,
Eh, ketimbang komentar saya jadi postingan di sini, mending saya beri link nya di sini :
http://herianto.wordpress.com/2008/07/16/analogi-politik-kritik/
😉
@ Herianto
Betul pak, kata kritik itu seharusnya diterima sebagai bahan untuk menjadi lebih baik, yaitu kritik membangun, terima kasih pak, atas masukannya, siap akan langsung meluncur ke blog bapak. Jangan khawatir pak, komentar bapak tidak akan saya jadikan postingan.
memang kayak gitu, politikus itu gak lebih hanya sekedar tikus yang gak mo ngejalanin tugasnya sebagaimana mestinya….. tergantung juga sih, ada juga *mungkin* yang jujur, tapi yah, berapa banding berapa gitu……
kata slank :
Fuckin Politix don’t like the Etiks
Fuckin Politix don’t like the Etiks
Fuckin Politik, politikus, tikus mampus
Fuckin Politik sitikus takut sama si pus !
album virus, 2000
politikus ya politik yang sifatnya mirip dengan tikus suka berdasi layaknya manusia namun bangsat seperti binatang (politikus dalam tanda kutip) kalo poly job gimana ya politikus yang punya kerja sambilan
sambilannya ya koruptor
hehehehe
pool lie tikus..nah itu dia artinya..
Salam Beringin merah..!
Berani bersatu untuk Indonesia…
Bicara soal politik dan politikus harus didasari dengan suatu ilmu…. memang era sekarang akibat menurunnya nilai-nilai idialisme kebangsaan kita. terjadilah analogi politikus =Tikus..
nah sekarang sudah saatnya bagi saudara-saudara sebangsa yang mempunyai suatu konsep untuk merubah paradigma perpolitikan ditanah air… mari bersatu bersama kita berjuangan … sekarang sudah tidak zamannya teriak di luar pagar gedung…. coba kita masuk gedung kita bawa aspirasi masyarakat…
sekarang timbulnya politikus2 yang tanpa Ilmu tapi Modal Duit… akibat kesalahan rakyat memilih pemimpin.. karena rakyat akan memilih jika di kasih duit… tapi tidak memikirkan akibatnya…
@ Aze
Politikus yang baik (bener-bener berjiwa mulia) pasti ada, nah apa yg terjadi di masyarakat sudah terlanjur buruk.
@ Panda
Kita doakan agar slank tidak ikut2an tergiur jadi politikus.
@ Kapanpun
Kadang seperti itu pak, malah banyak yang terbalik, rapat kebijakan minimal, eh nyari-nyari sabetan yg maksimal.
@ Heddy
Rat race, ya pak
@ Pakarpangan
Betul pak, sebenarnya visi profesi politikus adalah mulia, karena ilmu politik adalah suatu ilmu tentang kebijakan, begitu pula dengan partai, sistem untuk penampungan aspirasi rakyat dalam demokrasi. Nah yg terjadi di dalam implementasinya visi tersebut berubah arah yaitu untuk menampung kekayaan dan memperkaya politikus, efeknya malah mengsensarakan rakyat. Terus terang pak, di era reformasi ini, baru ada satu kebijakan kongkrit yg pro rakyat, yaitu keluarnya UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, ini di era Megawati. UU tersebut adalah kebijakan yg pro buruh. Eh malah sekarang santer mau direvisi oleh Jusuf Kalla, katanya membuat investor lari. Nah kok lebih malah membela investor dari pada membela rakyat sendiri, yang bener aja deh. Semoga untuk ke depan dan ini juga mungkin inspirasi para bloger, agar hal itu jangan terulang, jangan sampai kebijakan seperti UU 13 th 2003 tsb direvisi. Kalau bisa kebijakan yang pro rakyat semakin diperbanyak. Terima kasih telah berkunjung ke sini pak.
Ga dong politik.. Setujuh! 😀
Politikus kita sebagian besar masuk pada kategori 3, mana mungkin bisa membawa aspirasi kita, paling2 juga membawa aspirasi perutnya, kempoknya, kroninya dll
hahaha… .
bener juga tuh… .
aku pilih politikus bersih, peduli dan profesional aja deh 🙂
@ Septy
Setujuh mbak!
@ Achmad
Inilah pak yg memprihatinkan
@ Mahma
Iya pak
@ Achoey
Setuju pak, harus bersih, peduli, dan profesional.
Serem deh judulnya. Analisisnya Ok punya bo.
😆 huehhe.. teringat segalanya yang depannya poli.. kalo poligami tuh gimana dunk.. poli-gami.. gaminya apah? 😀
politikus = kumpulan tikus
kayaknya binatang pengerat ini memang tukang merusak barang ya….
disawah dia merusak padi…
dirumah dia merusak barang2 dan mencuri makanan…
tikus ada yang baek gk sih….??
(tetap berharap ada politikus yang berhati emas)
@ Ersis
Iya pak, Polikus berasal dari kata Poli dan Tikus
@ Jane
Poli-Gami, jadi banyak gami, eh apa ya artinya gami?
@ Jenderal
Kalau di komputer namanya spam. Harapannya begitu, namun banyak yang tidak berhati emas, tapi suka mengumpulkan emas.
saya TIDAK SETUJU…………!!!
selama ini kita belum pernah minta pendapat dengan TIKUS yg asli………
mau gak mereka disamakan dg orang-orang macam itu..
politikus ada hubungannya sama poligami gak yah? ehehehehe
@ Torasham
*Menjelang penutupan sidang pleno DPR* — ) Action!!
Kenapa saudara torasham tidak setuju? Bukankah sudah diputuskan pada sidang antar fraksi, bahwa setiap anggota mendapatkan masing-masing 50jt untuk setiap persetujuan pasal.
Wakakakak
@ Denny
Berdasarkan penelitian di 5 benua menunjukkan bahwa tunjangan berkorelasi positif terhadap poligami. wakakak
Salam Beringin Merah..
Berani Bersatu untuk Indonesia..
saya setuju..dengan.. saudara2.. dan kita jangan anggap politikus merupakan jabatan .. karena jika kita anggap merupakan jabatan maka rusaklah negara ini .
saya selaku bloger… (yang memiliki Idialisme yang sama Dengan Saudara-saudara) lagi mencoba untuk masuk dalam areal tersebut…. tapi ternyata emang benar bahwa dunia tersebut sungguh luar biasa penuh dengan kebohongan… dan kenistaan…
untuk itu saya mohon saudara-saudara memberikan komentar di blog saya biar-calon-calon yang katanya membawa aspirasi rakyat mendapat masukan dari kita para bloger yang memiliki kesaam visi-misi
trim
@ Pakarpangan
Iya pak, memang tidak kasat mata, namun jika kita cermat, sangat mencolok sekali. Sungguh di dalam lingkungan tersebut bertebaran uang-uang panas yang berakibat pada kebijakan justru menjauhkan cita-cita dan suara rakyat. Memang sulit untuk menghindar dari godaan, semakin empuk kursi, semakin nyaman duduk. Namun tindakan mengingkari kehendak rakyat tetaplah pidana, harus ditindak, karena kalau tetap saja dibiarkan akan muncul kebijakan-kebijakan yang bersifat spam dan malware, inilah yang memperpanjang keterpurukan bangsa ini. Terima kasih pak
Kan cuma 5 tahun aja jadi anggota DPR, kapan lagi kalau enggak jadi tikus he he he…
Tetapi kembali kepada mental wakil rakyat itu.
Tetapi bagaimana mentalnya bagus, kalau untuk menjadi wakil saja perlu modal yang tidak sedikit.
@ Harjo
Karena itu mereka butuh sponsor, hutang duit balas jasa, ini yang mengakibatkan adanya bias dalam kebijakan publik, bukan untuk kepentingan publik tapi untuk kepentingan sponsor.
Replay.. dari blog Ku.
Salam Berigin Merah…
BERANI BERSATU untuk indonesia..
Untuk menyikapi penomena2 tersubt solusinya:
1. Masyarakat Harus Bersatu.
2. Masyarakat Harus Tau Tentang Kebijakan2 yang di ambil Oleh Anggota Dewan..(berikan pembelajaran politik terhadap keluarga dan lingkungan kita)
3. Masyarakat Harus Jeli Memilih.. Anggota Dewan dari segala hal.
4. Masyarakat jangan menerima sumbangan atau apapun dari Caleg.
5. Jika rakyat bersatu di satu daerah Pemilihan.. Buat Kontrak Politik atau perjajian atau apupun Bentuknya jika ia terpilih.. siap memperjuangkan aspirasi rakyat.
6. jika tidak……inilah yang paling inti Yaitu Jika rakyat Bersatu jangkan Anggota Dewan Penjajah pun akan Lengser dari Bumi Indonesia..
Karena Tidak Ada obat yang paling Mujarab untuk hal itu selain Kebersamaan Dari Kita seluruh Rakyat.. Indonesia
(ingat… KEKUASAAN DI TANGAN RAKYAT) sesuai amanat para pejuang Kita yang tertuang dalam UUD 1945.
trims
Pakar Oke
Salah satu alasan kenapa jumlah golput makin ke sini semakin banyak.
Sepertinya kata prorakyat cuma ada di bibir saja
kasihan tikusnya….. disamain dengan politikus.
@ Pakarpangan
Iya pak, pilihlah yang bersih, peduli, dan profesional.
@ Utchanovsky
Betul pak, kata pro-rakyat itu bergema sewaktu masa kampanye. Kata rakyat selalu menjadi dewa ketika mendapatkan simpati kepada calon pemilih. Tetapi setelah terpilih, akh… boro-boro, mikir, lebih banyak mengamankan posisi dan memperkuat partai. Nah golput makin banyak karena masyarakat sudah apatis dengan janji-janji muluk.
@ Abdee
Wakakak, yang tidak terima para tikus, gak mau disamakan dengan para politikus.
Setuju 100%..:D
kalau menurut saya pribadi, politikus itu adalah orang yang paling tidak berjasa bagi negara.
bahkan,
seorang pemulung
lebih berjasa kepada negara
dibandingkan
politikus….semua politikus di Indonesia…tak terkecuali…
semua…..jangan merasa innocent…
[…] Politikus = Kumpulan Tikus Saya kebetulan punyai kenalan, seorang anggota DPRD salah satu kabupaten di Jawa, kalau bicara suaranya keras minta ampun, sampai terdengar ke tetangga. Pernah suatu kali seorang tetangga bertanya pada saya, siapa tho itu mas? Dari pada repot menjelaskan, saya jawab saja, oh… itu orang gila, wakakak. Seperti biasa datang ke tempat saya, maka segera menyuruh […] […]